Forkom PTKP Sultra Ungkap Adanya Maladministrasi dan Dugaan Jual Beli Jabatan di Pemkot Kendari

HEADLINE, KENDARI, RAGAM183 Dilihat

TELUSURSULTRA.COM, KENDARI
Forum Komunikasi Pemerhati Tata Kelolah Pemerintahan (Forkom PTKP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menyoroti kinerja Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Kendari yang diduga telah melakukan pelanggaran administrasi dan perbuatan melawan hukum (PMH).

Salah satu isu krusial yang mencuat adalah adanya delapan pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) yang hingga kini masih berstatus pelaksana tugas (Plt), beberapa di antaranya bahkan telah menjabat lebih dari 6 bulan.

Praktik ini bertentangan dengan Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1/SE/I/2021 yang dengan tegas membatasi masa jabatan Plt maksimal enam bulan.

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, ditegaskan bahwa keputusan administratif harus ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Pelaksana tugas yang melampaui batas waktu yang diatur dinilai tidak memenuhi syarat formal maupun materiil dalam pengambilan keputusan strategis.

Kondisi ini mengakibatkan kekosongan kepemimpinan definitif di OPD strategis, seperti Satpol PP, Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA), Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora), Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispursip), Dinas Pemadam Kebakaran dan Keselamatan (Damkar), serta Dinas Pariwisata (Dispar).

“Kekosongan jabatan definitif ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan komitmen BKD Kota Kendari dalam menjaga stabilitas organisasi pemerintahan. Hal ini berimbas langsung pada pelayanan publik dan asas kepastian hukum yang menjadi pilar tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar Koordinator Presidium Forkom PTKP Sultra, Muhammad Sulhijah saat melakukan konferensi pers disalah satu Warkop di Kendari, Sabtu (18/1/2025).

Lebih jauh lagi, berdasarkan informasi yang beredar ia menduga adanya jual beli jabatan dalam proses penunjukan Plt di delapan OPD yang kosong tersebut. Dugaan ini mencederai prinsip meritokrasi yang seharusnya menjadi dasar dalam pengangkatan pejabat.

Jika benar terjadi, praktik ini tidak hanya melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, tetapi juga melibatkan unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 244 dan Pasal 245 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pelaksana tugas tidak berwenang mengambil keputusan strategis, termasuk perubahan status hukum kepegawaian dan alokasi anggaran. Dalam praktiknya, hal ini dapat mengakibatkan terhambatnya program-program pembangunan daerah yang memerlukan pengambilan keputusan cepat dan tepat.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 memberikan sanksi administratif hingga pidana terhadap pejabat yang terbukti melanggar aturan. Sanksi ini meliputi pemberhentian dari jabatan, pembatalan keputusan administratif, dan pidana penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp 1 miliar.

Ia meminta Pj Wali Kota Kendari segera mengambil langkah tegas untuk menindaklanjuti dugaan maladministrasi dan praktik jual beli jabatan ini.
Selain itu, Kepala BKD Kota Kendari diminta untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan administrasi pemerintahan.

Pengisian jabatan definitif di OPD strategis harus segera dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip good governance yang mencakup efektivitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.

“Kota Kendari seharusnya menjadi contoh tata kelola pemerintahan yang baik bagi kabupaten/kota lain di Sulawesi Tenggara. Namun, situasi ini justru menunjukkan sebaliknya. Pemerintah pusat maupun lembaga pengawasan harus turun tangan jika masalah ini tidak segera dituntaskan,” pungkas Sulhijah. (REDAKSI)